RELASI FENOMENA DESENTRALISASI DAN STRUKTURISASI
PEMBAHASAN
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri
berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan
Republik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi
suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian
yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam
kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini
seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya
desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Seperti yang telah
dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah.
Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun,
mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan
dari pemerintah pusat. Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak
positif pada pembangunan daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara. Agar
daerah tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan
nasional.
Dalam fenomena desentralisasi Sebagaimana
umumnya negara yang tengah mengalami fase transisi demokrasi, Indonesia
mengalami gejala demokratisasi dan liberalisasi. Baik dalam tataran teoritik
–sebagaimana yang dikonspesikan oleh kalangan neo-institutionalist– maupun
praksis, demokratisasi dan liberalisasi ini juga mendorong terjadinya
perubahan-perubahan, terutama dalam formasi institusi. Di Indonesia, salah satu
hasil terbesarnya adalah mewabahnya diskursus otonomi daerah yang kemudian
dilegitimasi –meskipun belakangan direvisi– melalui UU NO. 22 dan 25 tahun
1999.
Kebijakan otonomi daerah
sesungguhnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam
naungan wilayah NKRI yang semakin kokoh melalui strategi pelayanan kepada
masyarakat yang semakin efektif dan efisien dan adanya akselerasi pertumbuhan
dan perkembangan potensi daerah yang semakin cepat. Dalam bahasa yang sederhana
yaitu untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan lebih merata. Masing
masing daerah otonom didorong dan dipacu untuk tumbuh dan berkembang secara
mandiri sesuai kewenangan yang diberikan untuk mengelola potensi daerahnya
masing masing. Dengan demikian diharapkan bangsa Indonesia di masa datang akan
lebih mampu bersaing dengan bangsa bangsa lain di dunia dalam persaingan global
yang semakin ketat.
Seiring dengan perjalanan
implementasi kebijakan otonomi daerah di Indonesia muncul berbagai persoalan
yang memerlukan usaha usaha perbaikan baik dalam substansi peraturan
perundangan maupun teknis pelaksanaan di lapangan. Dan sayangnya,
outcome
desentralisasi tidak sebagaimana diharapkan oleh para designer dan
pendorongnya. Tesis tersebut setidaknya dikemukakan melalui serangkaian
penelitian lapangan yang dilakukan di Indonesia. Apa sesungguhnya latar
belakang desentralisasi di Indonesia? Bagaimana praktek dan kendala yang
dihadapinya? Kenapa mengalami kegagalan?
Pembajakan Desentralisasi
Konteks Indonesia pasca orde baru tentu tidak serta merta
merefleksikan gagasan desentralisasi jika tidak memiliki kekuatan pendorongnya.
Kekuatan pendorong inilah yang mengilusi banyak orang bahwa desentralisasi include di dalam
demokratisasi. Dalam temuannya, Hadiz mengemukakan beberapa pendukung
desentralisasi. Pertama, elite dan masyarakat lokal yang percaya dengan
proposisi bahwa terdapat kesempatan yang lebih tinggi untuk berproses di dalam
pemerintahan oleh masyarakat lokal dan masyarakat lokal lah yang menjadi recepient pertama yang memperoleh
keuntungan dari desentralisasi. Kedua, LSM dan kalangan intelektual yang
menganggap desentralisasi merupakan bagian demokratisasi dan memiliki sentimen
populis-lokalis. Ketiga, teknokrat penyelenggara negara yang dipengaruhi oleh
pemikiran ”good governance”
neo-liberal. Empat, dukungan badan-badan internasional seperti World Bank yang
memiliki agenda neo—institutionalism
yang berangkat dari temuannya kemudian menyadari bahwa ternyata pasar juga
perlu diregulasi dan perlu institusinya.
Kekuatan-kekuatan pendorong
tersebutlah yang kemudian turut berkontribusi dalam pembentukan wajah
desentralisasi di Indonesia.
Dengan melihat banyak kasus yang
terjadi di Indonesia, apa yang diharapkan oleh para designer desentralisasi
ternyata hasilnya bertolak belakang.
Adanya indikasi kegagalan tersebut diproduksi oleh
munculnya kekuatan lain yang tidak diprediksi secara matang sebelumnya.
Fenomena ini secara umum muncul di Indonesia, dalam istilah Hadiz kekuatan
tersebut dinamakan ”predatoris”, yakni kekuatan yang mengambil sumber daya yang
dimiliki publik untuk kemudian diakumulasi secara privat. Kaum predatoris ini
terdiri dari kekuatan lama maupun baru. Kekuatan lama ini terdiri dari elite
lokal, pengusaha, preman, maupun operator politik yang dulu berada dalam sistem
patronase Orde Baru dan berperan untuk menciptakan ketertiban di tingkat lokal.
Kaum predatoris ini memiliki
kekuatan karena mampu melakukan reorganisasi dan mampu membajak
institusi-institusi desentralisasi. Merekalah yang kemudian melakukan penjarahan
atau perampokan terhadap sumber-sumber daya publik karena kemampuan
bermutasinya dalam institusi yang baru. Mereka juga membangun patronasenya
sendiri secara semi otonom. Walhasil, transparansi yang diharapkan dan pro market policy tidak
terjadi karena kaum predatoris menghambatnya dengan Perda-perda yang lebih
ditujukan untuk menguatkan kontrol terhadap akses sumber daya ekonomi dan
meluaskan jaring patronasenya. Jadi, recipient
beneficiary sesungguhnya dari efek sosial desentralisasi bukan
masyarakat melainkan adalah elit lokal predatoris.
Oleh karena itu ke depan,
pemerintah perlu lebih cermat dalam memutuskan pembentukan daerah otonom baru
dengan mempertimbangkan kelayakan persyaratan dan potensi wilayah antara dalam
dimensi geografis. Dengan demikian, perkembangan wilayah dari daerah otonom
baru yang terbentuk dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri tanpa ada
ketergantungan dari bantuan pendanaan dari pemerintah (tidak menimbulkan beban
bagi pemerintah).
Teori strukturisasi, yang merupakan konsep
epistemologis yang mendasari karya-karya Giddens , adalah masalah yang paling
fundamental dan akrab dalam ilmu sosial. Dua komponen penting yang ada di sini
adalah “struktur” dan “agensi”. Giddes mengartikan “struktur” sebagai “rules
and resources” yang dipakai pada proses produksi dan reproduksi sistem
sosial. Sementara “agensi” (agency) ialah individu yang prepetrator
(yang berbuat). Persoalan “struktur” dan “agensi” adalah tema lama, namun
banyak sosiolog yang masih melihat keduanya secara berat sebelah (Giddens,
1984). Giddens dianggap sebagai orang pertama yang berhasil menyeimbangkan
relasi struktur dan agensi. Giddens juga diakui telah mengelaborasi formulasi
teori strukturisasi yang sangat orisinal, dalam formulasi yang lebih jauh lebih
sophisticated dalam detailnya dan jauh lebih sugestif dalam aplikasinya
daripada teori strukturisasi versi lainnya.
Struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun
Organisasi adalah suatu wadah berkumpulnya minimal dua orang untuk mencapai
sebuah tujuan
Struktur Organisasi adalah Suatu susunan dan hubungan
antara tiap bagian secara posisi yang ada pada perusahaaan dalam menjalin
kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi adalah bagaimana pekerjaan dibagi,
dikelompokkan, dan dikoordinasikan secara formal.
Strukturisasi juga ada hubungannya dengan desentralisasi.
Relasinya di dalam desentralisasi pasti ada strukturisasi. Seperti yang sudah
dijelaskan di atas, strukturisasi terdiri dari struktur dan agensi/individu
yang berbuat. Begitu juga dengan desentralisasi, dalam hal ini kebijakan
otonomi daerah, pasti ada pembagian
struktur dan tanggung jawab (agensi pemerintah daerah) kepada masing – masing daerah
yang masuk dalam ketentuan desentralisasi.
Jadi dalam fenomena otonomi daerah, relasi desentralisasi
dan strukturisasi sangat erat hubungannya karena desentralisasi sebagai sumber
legitimasi dari otonomi daerah, sedangkan strukturisasi sebagai proses
berjalannya otonomi daerah.
KESIMPULAN
Desentralisasi
adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan
aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
Teori strukturisasi adalah
struktur dan agensi.
Struktur sebagai rules and resources yang dipakai pada proses produksi dan
reproduksi sistem sosial. Sementara
agensi (agency) ialah
individu yang prepetrator (yang berbuat).
dalam fenomena otonomi daerah,
relasi desentralisasi dan strukturisasi sangat erat hubungannya
karena desentralisasi sebagai sumber legitimasi dari otonomi daerah, sedangkan
strukturisasi sebagai proses berjalannya otonomi daerah.
Jangan Lupa tinggal kan komentar mu . arigatou :)
Jangan Lupa tinggal kan komentar mu . arigatou :)
Daftar Pustaka
http://onnaed.blogspot.com/2013/12/relasi-fenomena-desentralisasi-dan.html
https://downloadskripsi01.files.wordpress.com/2013/01/eg.jpg?w=320&h=301
0 komentar: