RELASI FENOMENA DESENTRALISASI DAN STRUKTURISASI

09.03 0 Comments

PEMBAHASAN
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat. Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak positif pada pembangunan daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara. Agar daerah tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.
Dalam fenomena desentralisasi Sebagaimana umumnya negara yang tengah mengalami fase transisi demokrasi, Indonesia mengalami gejala demokratisasi dan liberalisasi. Baik dalam tataran teoritik –sebagaimana yang dikonspesikan oleh kalangan neo-institutionalist– maupun praksis, demokratisasi dan liberalisasi ini juga mendorong terjadinya perubahan-perubahan, terutama dalam formasi institusi. Di Indonesia, salah satu hasil terbesarnya adalah mewabahnya diskursus otonomi daerah yang kemudian dilegitimasi –meskipun belakangan direvisi– melalui UU NO. 22 dan 25 tahun 1999.
Kebijakan otonomi daerah sesungguhnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam naungan wilayah NKRI yang semakin kokoh melalui strategi pelayanan kepada masyarakat yang semakin efektif dan efisien dan adanya akselerasi pertumbuhan dan perkembangan potensi daerah yang semakin cepat. Dalam bahasa yang sederhana yaitu untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan lebih merata. Masing masing daerah otonom didorong dan dipacu untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri sesuai kewenangan yang diberikan untuk mengelola potensi daerahnya masing masing. Dengan demikian diharapkan bangsa Indonesia di masa datang akan lebih mampu bersaing dengan bangsa bangsa lain di dunia dalam persaingan global yang semakin ketat.
Seiring dengan perjalanan implementasi kebijakan otonomi daerah di Indonesia muncul berbagai persoalan yang memerlukan usaha usaha perbaikan baik dalam substansi peraturan perundangan maupun teknis pelaksanaan di lapangan. Dan sayangnya, outcome desentralisasi tidak sebagaimana diharapkan oleh para designer dan pendorongnya. Tesis tersebut setidaknya dikemukakan melalui serangkaian penelitian lapangan yang dilakukan di Indonesia. Apa sesungguhnya latar belakang desentralisasi di Indonesia? Bagaimana praktek dan kendala yang dihadapinya? Kenapa mengalami kegagalan?
Pembajakan Desentralisasi
Konteks Indonesia pasca orde baru tentu tidak serta merta merefleksikan gagasan desentralisasi jika tidak memiliki kekuatan pendorongnya. Kekuatan pendorong inilah yang mengilusi banyak orang bahwa desentralisasi include di dalam demokratisasi. Dalam temuannya, Hadiz mengemukakan beberapa pendukung desentralisasi. Pertama, elite dan masyarakat lokal yang percaya dengan proposisi bahwa terdapat kesempatan yang lebih tinggi untuk berproses di dalam pemerintahan oleh masyarakat lokal dan masyarakat lokal lah yang menjadi recepient pertama yang memperoleh keuntungan dari desentralisasi. Kedua, LSM dan kalangan intelektual yang menganggap desentralisasi merupakan bagian demokratisasi dan memiliki sentimen populis-lokalis. Ketiga, teknokrat penyelenggara negara yang dipengaruhi oleh pemikiran ”good governance” neo-liberal. Empat, dukungan badan-badan internasional seperti World Bank yang memiliki agenda neo—institutionalism yang berangkat dari temuannya kemudian menyadari bahwa ternyata pasar juga perlu diregulasi dan perlu institusinya.
Kekuatan-kekuatan pendorong tersebutlah yang kemudian turut berkontribusi dalam pembentukan wajah desentralisasi di Indonesia.
Dengan melihat banyak kasus yang terjadi di Indonesia, apa yang diharapkan oleh para designer desentralisasi ternyata hasilnya bertolak belakang.
Adanya indikasi kegagalan tersebut diproduksi oleh munculnya kekuatan lain yang tidak diprediksi secara matang sebelumnya. Fenomena ini secara umum muncul di Indonesia, dalam istilah Hadiz kekuatan tersebut dinamakan ”predatoris”, yakni kekuatan yang mengambil sumber daya yang dimiliki publik untuk kemudian diakumulasi secara privat. Kaum predatoris ini terdiri dari kekuatan lama maupun baru. Kekuatan lama ini terdiri dari elite lokal, pengusaha, preman, maupun operator politik yang dulu berada dalam sistem patronase Orde Baru dan berperan untuk menciptakan ketertiban di tingkat lokal.
Kaum predatoris ini memiliki kekuatan karena mampu melakukan reorganisasi dan mampu membajak institusi-institusi desentralisasi. Merekalah yang kemudian melakukan penjarahan atau perampokan terhadap sumber-sumber daya publik karena kemampuan bermutasinya dalam institusi yang baru. Mereka juga membangun patronasenya sendiri secara semi otonom. Walhasil, transparansi yang diharapkan dan pro market policy tidak terjadi karena kaum predatoris menghambatnya dengan Perda-perda yang lebih ditujukan untuk menguatkan kontrol terhadap akses sumber daya ekonomi dan meluaskan jaring patronasenya. Jadi, recipient beneficiary sesungguhnya dari efek sosial desentralisasi bukan masyarakat melainkan adalah elit lokal predatoris.
Oleh karena itu ke depan, pemerintah perlu lebih cermat dalam memutuskan pembentukan daerah otonom baru dengan mempertimbangkan kelayakan persyaratan dan potensi wilayah antara dalam dimensi geografis. Dengan demikian, perkembangan wilayah dari daerah otonom baru yang terbentuk dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri tanpa ada ketergantungan dari bantuan pendanaan dari pemerintah (tidak menimbulkan beban bagi pemerintah).
Teori strukturisasi, yang merupakan konsep epistemologis yang mendasari karya-karya Giddens , adalah masalah yang paling fundamental dan akrab dalam ilmu sosial. Dua komponen penting yang ada di sini adalah “struktur” dan “agensi”. Giddes mengartikan “struktur” sebagai “rules and resources” yang dipakai pada proses produksi dan reproduksi sistem sosial. Sementara “agensi” (agency) ialah individu yang prepetrator (yang berbuat). Persoalan “struktur” dan “agensi” adalah tema lama, namun banyak sosiolog yang masih melihat keduanya secara berat sebelah (Giddens, 1984). Giddens dianggap sebagai orang pertama yang berhasil menyeimbangkan relasi struktur dan agensi. Giddens juga diakui telah mengelaborasi formulasi teori strukturisasi yang sangat orisinal, dalam formulasi yang lebih jauh lebih sophisticated dalam detailnya dan jauh lebih sugestif dalam aplikasinya daripada teori strukturisasi versi lainnya.
Struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun Organisasi adalah suatu wadah berkumpulnya minimal dua orang untuk mencapai sebuah tujuan
Struktur Organisasi adalah Suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian secara posisi yang ada pada perusahaaan dalam menjalin kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi adalah bagaimana pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan secara formal.
Strukturisasi juga ada hubungannya dengan desentralisasi. Relasinya di dalam desentralisasi pasti ada strukturisasi. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, strukturisasi terdiri dari struktur dan agensi/individu yang berbuat. Begitu juga dengan desentralisasi, dalam hal ini kebijakan otonomi daerah,  pasti ada pembagian struktur dan tanggung jawab (agensi pemerintah daerah) kepada masing – masing daerah yang masuk dalam ketentuan desentralisasi.
Jadi dalam fenomena otonomi daerah, relasi desentralisasi dan strukturisasi sangat erat hubungannya karena desentralisasi sebagai sumber legitimasi dari otonomi daerah, sedangkan strukturisasi sebagai proses berjalannya otonomi daerah.
KESIMPULAN
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
Teori strukturisasi adalah  struktur  dan  agensi.  Struktur  sebagai  rules and resources  yang dipakai pada proses produksi dan reproduksi sistem sosial. Sementara  agensi  (agency) ialah individu yang prepetrator (yang berbuat).
dalam fenomena otonomi daerah, relasi desentralisasi dan strukturisasi sangat erat hubungannya karena desentralisasi sebagai sumber legitimasi dari otonomi daerah, sedangkan strukturisasi sebagai proses berjalannya otonomi daerah.

Jangan Lupa tinggal kan komentar mu . arigatou :)
Daftar Pustaka
http://onnaed.blogspot.com/2013/12/relasi-fenomena-desentralisasi-dan.html
https://downloadskripsi01.files.wordpress.com/2013/01/eg.jpg?w=320&h=301

Unknown

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: